Ikan Asin Bodoh.

Kali ini aku benar-benar meminta, lebih tepatnya sedikit memaksa,

“Berikan aku hari itu. Hari dimana aku benar-benar menyelam hingga dasar laut.”

Aku cuma ingin pulang kampung.

Lama-lama aku jadi ikan asin jika terus berada di sini. Berkecipak-kecipuk di pantai. Sementara manusia itu sedang menikmati angin di atas bukit sana. Rasanya ingin sekali teriak,

“Kamu sedang menikmati angin atau larut terbawa arus angin?!!”

Kira-kira seperti itulah yang aku lihat dari sini. Dan aku masih di pantai seperti ikan asin. Semakin lama aku di sini, aku akan siap dikemas dalam plastik dan jadi makan malam manusia. 

Dewa trisula menancapkan ujung tongkatnya tiba-tiba. Membelah kedua rongga rusukku.

“Bagaimana bisa kau sampai ke dasar samudera? Kau saja masih sibuk menoleh terus ke arah pegunungan. Takut manusia kesayanganmu itu terpeleset ke jurang!”

Kagetku tak tertahankan. Buka karena kemunculannya yang tiba-tiba. Bukan pula karena trisulanya yang kini menancap di dadaku.

Namun, aku terkhenyak, saat aku sadar bahwa: aku telah memaksa untuk meminta sesuatu yag jelas-jelas aku sendiri yang menundanya…

ilustrasi: “Ikan Asin Bodoh” – Rachma Amalia

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.